Wartajakarta.com-Denpasar – Adanya perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Twenty merupakan bukti bahwa Bali mampu memberi pelayanan prima dalam industri pariwisata. Demikian disampaikan Made Sunarsa SE, ME, Ak, pengamat ekonomi pariwisata dari Forum Kajian dan Pemberdayaan (Forkap) Sunari di Denpasar, Minggu 13 November 2022.
Kata mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Bali ini, mengapa Bali terpilih jadi tuan rumah, tidak lain karena Bali sudah punya sejarah memberi pelayanan terbaik pada kegiatan meetings, incentives, conventions and exhibitions (MICE).
Karena itu, Bali tidak lagi berkutat pada mengapa Bali yang dipilih, tapi fokus pada bagaimana Bali ke depannya. Karena Pariwisata adalah industri paling rentan, dibandingkan industri lainnya.
Saat penyelenggaraan KTT G20 yang perlu dilakukan Bali adalah memberikan pelayanan yang terbaik. Dukung dan Sukseskan event G20 tersebut baik untuk kepentingan Bali, Nasional dan Internasional. Dalam event ini, tidak saja hospitality di bidang akomodasi, food and beverage saja, namun juga dari segi keamanan dan keramahtamahan penduduknya.
“Jadi sekarang fokus pada bagaimana Bali dengan modal yang besar di industri pariwisata dunia ini, bisa terus mendapat animo dari masyarakat dunia,” ujar Sunarsa.
Menurut pria yang suka dipanggil “Bulls” ini, bila berbicara multiplayer efek event ini terkini, sudah pasti ada.
“Tidak mungkin para delegasi membawa tenda sendiri, makanan sendiri, juga transportasi dan lain-lain. Ini sudah pasti akan jatuh pada pengusaha dan karyawan di industri pariwisata Bali, baik yang menyatu dengan institusi bisnisnya, maupun freelance. Dan ini dapat dihitung besarannya. Sedangkan jangka panjangnya, citra Bali akan terus terangkat,” papar Sunarsa.
Sunarsa mengakui kerentanan selalu jadi ancaman bisnis pariwisata. Bali sudah pernah mengalami dari persoalan terorisme saat ledakan bom di Kuta, erupsi Gunung Agung di Karangasem hingga pandemi COVID-19 yang menyeluruh. Karena itu, Bali harus menjadi mesin produksi yang baik. Selalu punya sistem antisipasi pada kondisi yang terburuk sekalipun, misal saat ada erupsi Gunung Agung, stakeholder pariwisata, pemerintah Bali dan juga Kementerian Pariwisata punya panduan Bali Tourism Hospitality.
Nah, kata Sunarsa,
bila kondisinya sangat baik seperti sekarang, saat ada ribuan turis berkualitas dunia di KTT, apakah Bali mampu menyerap pengalaman para tamu merasakan Bali, “Baik rasa dari keramahtamahan penduduk dan seni budaya Bali, maupun alamnya.”
Dengan perangkat yang mampu meregister para tamu, yang akan menjadi marketing Bali ke depan. “Semoga,” tutup alumnus pasca sarjana Universitas Udayana ini.