Connect with us

Ekonomi

Kesalahan Pengelolaan Kredit Bank Mayapada Berujung pada Masalah Kesehatan Bank

Wartajakarta.com – Pengamat eknomi menyoroti Bank Mayapada yang beberapa waktu lalu bersengketa dengan seorang pengusaha Ted Sioeng. Dalam hal ini Mayapada menuntut Pidana kepada Ted Sioeng. Menurut beberapa pengamat eknomi dan perbankan, Bank Mayapada menghadapi permasalahan serius dalam pengelolaan kredit yang berdampak pada kesehatan bank. Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies (CELIOS), mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama permasalahan ini adalah strategi ekspansi kredit yang kurang terkontrol. Menurunya, Bank Mayapada tampaknya terlalu bergantung pada penyaluran kredit untuk menopang pendapatan.

“Tingkat non-performing loan (NPL) di Bank Mayapada cukup tinggi, mencapai 4,31%. Ini menunjukkan bahwa bank telah terlalu agresif dalam memberikan pinjaman tanpa mempertimbangkan faktor resiko dengan baik,” ujar Nailul.

Lebih lanjut, Nailul menjelaskan bahwa prinsip 5C dalam analisis kredit—Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition—seharusnya menjadi acuan utama dalam menilai kelayakan pemberian kredit. Namun, dalam kasus Bank Mayapada, muncul indikasi bahwa aspek-aspek ini tidak sepenuhnya diterapkan secara ketat.

“Ketika bank memberikan kredit, mereka harus memastikan karakter peminjam, riwayat pembayaran, jaminan, kapasitas finansial, dan kondisi ekonomi secara keseluruhan. Jika ada satu faktor yang diabaikan, maka risiko gagal bayar akan meningkat,” tambahnya.

Dalam analisisnya, Nailul juga menemukan adanya anomali dalam laporan keuangan Bank Mayapada. Ia mencatat bahwa pada tahun 2022 hingga 2023, terjadi penurunan signifikan dalam penyaluran kredit, sementara aset properti bank justru meningkat. Fenomena ini menimbulkan dugaan bahwa bank mengalami permasalahan dalam restrukturisasi kredit.

“Jika aset properti bank meningkat secara tidak wajar sementara kredit turun, ini bisa menjadi indikasi adanya pengelolaan kredit yang bermasalah. Bank mungkin telah menarik kembali kredit mereka atau mengalami lonjakan dalam aset yang tidak produktif,” jelasnya.

Dalam kasus Bank Mayapada, muncul pula dugaan keterlibatan whistleblower yang melaporkan adanya penyimpangan dalam kebijakan kredit bank. Nailul menyebut bahwa laporan dari pihak eksternal dapat mempercepat proses investigasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“OJK cenderung bersikap pasif dan menunggu data untuk melakukan analisis lebih lanjut. Namun, jika ada whistleblower yang melaporkan kejanggalan, diharapkan OJK dapat bertindak lebih cepat dalam melakukan pemeriksaan,” kata Nailul.

Ia juga menyoroti kasus di mana seorang debitur yang telah dipailitkan justru menuntut balik Bank Mayapada, mengklaim adanya kebobrokan dalam kebijakan kredit bank.
“Ini menunjukkan bahwa ada permasalahan yang lebih dalam, baik dari sisi kebijakan kredit maupun transparansi bank dalam pengelolaan pinjamannya,” tambahnya.

Dengan adanya masalah ini, Bank Mayapada perlu segera melakukan pembenahan dalam pengelolaan kreditnya. Jika tidak, kondisi ini dapat semakin membahayakan stabilitas keuangan bank dan mengurangi kepercayaan nasabah serta investor.

Bank juga disarankan untuk lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit dan memastikan analisis risiko diterapkan dengan ketat. Dengan demikian, bank dapat menghindari potensi lonjakan kredit bermasalah yang dapat berdampak buruk pada kesehatan finansialnya di masa mendatang.

pengamat Ekonomi dan Dosen di Binus University Doddy Ariefianto, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan bank merupakan hal yang sangat penting. Isu transparansi bukan hanya menjadi masalah di Indonesia, tetapi juga menjadi perhatian global. Ia mencatat bahwa negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Inggris berani mengungkapkan kondisi kesehatan bank mereka, sementara negara-negara di Asia, termasuk Jepang dan Korea, cenderung tidak transparan mengenai masalah serupa.

“Tantangan utama yang dihadapi perbankan Indonesia adalah bagaimana mereka dapat menjaga kepercayaan publik di tengah isu-isu yang mungkin muncul, yang bisa mengakibatkan hilangnya kepercayaan nasabah,” ujarnya.

Doddy menyoroti bahwa OJK memiliki peran penting dalam mengawasi dan memastikan bahwa bank-bank seperti Mayapada beroperasi dengan transparansi yang tinggi.

“Dengan adanya pengawasan yang ketat, OJK dapat membantu mencegah potensi masalah yang dapat merugikan nasabah dan bank itu sendiri. Dalam menghadapi tantangan di era digital, kolaborasi antara lembaga pengawas dan institusi keuangan menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem perbankan yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia.”

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Ekonomi