Wartajakarta.com-Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) menyatakan bahwa kemahiran teknologi merupakan skill terpenting yang harus dimiliki tenaga kerja saat ini. Riset LinkedIn juga menemukan bahwa 6 dari 10 skill yang paling dibutuhkan perusahaan berada pada sektor IT, seperti: blockchain, cloud computing, analisa data, pengembangan kecerdasan buatan, desain UX/UI, dan scientific computing. Karena itu, jika ingin bersaing di dunia kerja masa depan, sangat penting bagi tenaga kerja Indonesia untuk melakukan upgrade skill, terutama di masa pandemi ini.
Sayangnya, berbanding terbalik dengan meningkatnya minat pelajar untuk menggeluti bidang teknologi informasi, kesempatan untuk mengasah kemampuan dan meniti karir di bidang IT seringkali terhambat tingginya biaya pelatihan dan pendidikan. Hal inilah yang mendorong Hacktiv8 sebagai coding bootcamp pertama di Indonesia untuk mengenalkan sistem Income Share Agreement (ISA) atau yang disebut Skema Bagi Hasil.
“Indonesia adalah salah satu ekosistem teknologi dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Kami melihat banyaknya permintaan untuk posisi developer (pengembang teknologi), namun kurangnya sarana pendidikan di bidang teknologi informasi. Program Income Share Agreement dari Hacktiv8 mempermudah mereka untuk mendapatkan pendidikan IT intensif hingga siap-kerja, tanpa perlu membayar biaya di muka,” ungkap Ronald Ishak, CEO dari Hacktiv8.
Skema Bagi Hasil Jadi Solusi Mengurangi Beban Finansial
Salah satu alumni yang bergabung di Hacktiv8 dengan menggunakan Income Share Agreement adalah Ahmad Waluyo. Sebelum pandemi, ia telah berganti-ganti pekerjaan sebagai staf gudang, staf di studio foto, pramusaji di restoran, hingga pengemudi ojek online. Namun, setelah menempuh program bootcamp di Hacktiv8 selama pandemi, kini ia berhasil menjadi full-stack engineer di salah satu perusahaan swasta.
“Melihat persaingan dunia kerja yang sudah semakin berat, saya merasa harus meningkatkan kapasitas diri agar tidak kalah bersaing. Akhirnya saya memberanikan diri resign dari pekerjaan dengan modal satu bulan gaji. Saya memilih menempuh program ISA di bootcamp Hacktiv8 karena saya bisa belajar dulu sampai mendapatkan pekerjaan di bidang IT, tanpa perlu bayar apa-apa,” ungkap Waluyo.
Cerita Ahmad menunjukkan bahwa program ISA merupakan salah satu bentuk investasi bagi siapa pun yang menaruh minat untuk bekerja di bidang IT, serta sebagai katalis bagi talenta Indonesia yang terhambat isu finansial saat ingin meraih karir impian. Skema Hacktiv8 ini secara efektif merespons kebutuhan di dua sisi mata uang, yaitu memenuhi kebutuhan perusahaan terhadap tenaga IT berkualitas hanya dalam waktu empat bulan; serta mempermudah masyarakat Indonesia untuk meraih pendidikan teknologi dan informatika tanpa terhalang beban biaya yang berat.
Pada program Income Share Agreement, alumni Hacktiv8 tidak perlu membagikan pendapatan jika belum bekerja atau belum mencapai batas minimum pendapatan per bulan sebesar Rp8 juta. Setelah mencapai angka tersebut, barulah akan dilakukan pembagian pendapatan sebesar 20% dengan Hacktiv8, tanpa dibebani bunga atau denda sama sekali. Selain itu, total maksimal pembayaran tidak akan melebihi nominal Rp60 juta atau 1.5x total biaya pendidikan yang telah ditempuh.
Hacktiv8 telah menentukan periode jangka waktu maksimal untuk pemberlakuan program ISA, yaitu lima tahun. Ini berarti, jika alumni Hacktiv8 belum melakukan pembagian pendapatan sama sekali, misalnya karena menganggur atau pendapatan belum memenuhi syarat, maka biaya pendidikan mereka di Hacktiv8 pun akan otomatis diputihkan, tanpa denda apa pun.
Sebagai pelopor program Income Share Agreement (ISA) di Indonesia, Hacktiv8 mendapat banyak respon positif dari kalangan siswa dan penyedia kerja. Sejak peluncurannya di tahun 2019, sudah lebih dari 250 siswa yang mendaftar dan sukses mendapatkan pekerjaan impian berprospek tinggi.
“Misi Hacktiv8 adalah membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi semua orang. Kami ingin melatih dan mendidik talenta-talenta unggul Indonesia agar bisa menempati posisi-posisi IT strategis untuk mendukung ekonomi digital di dalam negeri. Fokus kami adalah memberikan edukasi, menempatkan para alumni di tempat kerja yang tepat, dan meningkatkan kualitas hidup mereka – bukan semata-mata memberikan ijazah,” lanjut Ronald.
Selama ini, mayoritas lulusan Hacktiv8 berhasil mendapatkan pekerjaan hanya dalam rentang waktu 90 hari dan rata-rata penghasilan sebesar Rp10.000.000 (gross). Perusahaan ini telah bekerjasama dengan lebih dari 250 mitra rekrutmen lintas industri untuk memasangkan para alumni dengan lowongan kerja yang paling sesuai. Fasilitas penempatan kerja (Job Guarantee) yang disediakan oleh Hacktiv8 merupakan salah satu keunggulannya sebagai coding bootcamp pertama di Indonesia.