
Wartajakarta.com-Dalam acara puncak peringatan World Antibiotik Awareness Week (WAAW), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) yang dilaksanakan di Kantor Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Pontianak (30/12/2022), Ketua Umum Pengurus Pusat IAI (Ketum PP IAI), apt. Noffendri Roestam, S.Si, menyampaikan data hasil riset dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menyatakan sekitar 72% antibiotik masih diberikan tanpa resep di apotek.
“Sampai sekarang, kami selaku Ikatan Apoteker Indonesia juga masih merasa malu, karena BPOM selalu memaparkan data bahwa sekitar 72% antibiotik masih diberikan tanpa resep di apotek, itu menjadi koreksi besar bagi kami, walaupun itu bukan hanya tugas organisasi profesi, tetapi juga bersama pemerintah berkolaborasi untuk menekan hal ini” jelas Noffendri.
Pernyataan Ketum PP IAI inilah yang menggelitik Koordinator Kesatuan Aksi Memperjuangkan Apoteker Kuat (KAMPAK), apt. Merry Patrilinilla Chresna, S.Farm., M.Kes.
“Sebagai orang nomor satu di organisasi profesi apoteker, tidak seharusnya Ketum PP IAI membuat pernyataan yang mendiskreditkan profesi dan teman sejawatnya sesama apoteker,” geram Merry.
Merry menambahkan, dengan data yang diperoleh dari penelitian yang tidak disebutkan waktunya, dikaitkan dengan maraknya resistensi antibiotik adalah apotek dan apoteker sebagai penyebab utamanya.
“Sepertinya informasi yang diterima Ketum PP IAI, tidak dapat mewakili fakta peredaran antibiotik di lapangan,” ungkap Merry kepada wartawan.
Merry memberikan contoh, bahwa masyarakat dapat memperoleh antibiotik selain dari apotek, seperti tenaga kesehatan lain yang tidak berwenang tetapi dengan leluasa memberikan antibiotik.
Terlebih antibiotik yang banyak digunakan di dunia kedokteran hewan untuk hewan peliharaan yang jumlah pemakaiannya sangat masif.
Untuk itu, tidak tepat jika hanya menyalahkan apotek dan apoteker sebagai penyebab utama tingginya angka resistensi di Indonesia.
“Harus ada upaya dari seluruh pemangku kepentingan untuk mencegah resistensi antibiotik, utamanya penertiban jalur distribusi, diterapkan secara menyeluruh dan adil, tidak hanya apotek saja yang disasar,” tutup Merry.
