Wartajakarta.com-Dr.Sri Untari Bisowarno (ketua Umum Dekopin) berharap koperasi bisa memanfaatkan digitalisasi dan modernisasi koperasi agar bisa bertahan di masa pandemi Covid-19.
Dr.Sri Untari Bisowarno,MAP
Menggaet generasi milenial berkoperasi melalui rebranding koperasi dengan kegiatan perfilman menjadi solusi alternatif meningkatkan target anggota koperasi dari 20 juta orang menjadi 25 juta orang.
Peneliti Ahli Utama Kementerian Koperasi dan UKM Johnny W. Situmorang mengungkapkan dalam keterangan resminya, bahwa jumlah koperasi di Indonesia mencapai 123,948 unit dengan anggota 20,45 juta orang, di tahun 2019.
Hal tersebut membuat miris Ketua Dekopin Sri Untari Bisowarno, lantaran menurutnya, dari 200 juta lebih penduduk Indonesia, hanya 20 juta orang yang ikut koperasi. Penurunan drastis tersebut membuat Untari dan rekan-rekannya tergerak untuk mendorong koperasi bagi anak-anak muda, kaum milenial.
“Kita dorong koperasi milenial melalui melalui film. Dibawah naungan Dekopin, kita akan merekrut 5 juta orang milenial. Yang disasar anak milenial coop karena di sini ada generasi Z. Dari situ kita akan membuat 17 film layar lebar, 215 film pendek yang akan menghasilkan 1000 UMKM di seluruh destinasi wisata provinsi di Indonesia,” kata Untari, dalam sebuah acara forum diskusi, di Jakarta, (27/10/2020).
Film berjudul Deplomasi Teko ini bertujuan menyambut upaya pemerintah meningkatkan angka partisipasi Indonesia dalam berkoperasi yang masih di bawah negara lain, yakni 7,8 persen saja.
“Menggaet generasi milenial berkoperasi melalui rebranding koperasi dengan kegiatan perfilman menjadi solusi alternatif meningkatkan target anggota koperasi dari 20 juta orang menjadi 25 juta orang,” ujarnya.
Senada dengan Untari, Ketua Umum Angkatan Muda Koperasi Indonesia (AMKI) Frans Meroga Panggabean turut menyampaikan pendapatnya terkait koperasi untuk anak-anak muda.
“Kita pahami bersama bagaimana kesan koperasi di mata anak muda. Koperasi saat ini masih sangat menyedihkan. Mereka masih menganggap koperasi itu jadul, butut, tidak atraktif, isinya orangtua, ini yang harus kita dobrak. Kita berangkat dari literasi dan sosialisasi kepada generasi muda bahwa koperasi ini adalah badan usaha paling milenial,” ucap Frans.
Frans mengungkapkan, karakter dan preferensi anak muda paling tidak senada dengan prinsip-prinsip koperasi. Pertama, mereka memiliki kesetaraan. Kedua, sekarang banyak platform e-commerce yang menganut Sistem Hasil Usaha. Ketiga, koperasi itu guyub atau berkumpul melalui Rapat Tahunan, sama halnya dengan anak muda yang mengenal hang out.
Disamping itu, Frans juga menyoroti soal regulasi dan menyarankan pemerintah agar jangan ada lagi keterpasungan dalam keanggotaan.
“Kami sebagai pelaku koperasi dengan asumsi koperasi hanya untuk anggota akan ada aksi maju mundur, kalau kita lihat dari UU Cipta Kerja ada pasal yang mengatakan kelebihan dan kemampuan koperasi dapat dilakukan untuk melayani masyarakat biarpun dalam tujuan untuk menjaring masyarakat menjadi anggota,” ungkapnya.
Demikian pula dengan ketahanan finansial koperasi. Pihaknya menyetujui dengan adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) koperasi adalah solusi multidimensi, LPS menjadi enforcement dimana pengaturan, tata kelola, dan peningkatan kapasitas dari koperasi.