Wartajakarta.com-Kita semua menghadapi pandemi Covid-19 yang sama. Namun, efek pandemi itu terhadap tiap individu atau segmen populasi berbeda-beda, karena masing-masing memiliki kapasitas dan daya tahan yang berbeda pula. Justru di era pandemi jurang antara yang miskin dan super-kaya semakin luas.
Hal itu ditegaskan oleh Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia, SATUPENA, dalam Webinar Obrolan Hati Pena #21 di Jakarta, Kamis malam (13/1). Diskusi yang diselenggarakan oleh SATUPENA itu membahas perekonomian Indonesia di masa pandemi.
Diskusi itu dipandu oleh Anick HT dan Swary Utami Dewi. Sebagai narasumber adalah Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, Guru Besar Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
Denny menyatakan, di era pandemi, mereka yang sudah miskin bertambah miskin. Mereka yang kaya, agak berkurang kekayaannya. Tetapi yang super kaya atau super rich justru semakin kaya. Di Amerika, top 1 persen orang paling kaya justru bertambah kaya.
“Yang paling menderita adalah orang yang miskin di negara miskin. Karena orang yang miskin di negara kaya terbantu oleh berbagai fasilitas negara modern,” kata Denny. Kemiskinan global juga meningkat dari 7,8% sebelum pandemi menjadi 9,1% sesudah pandemi.
“Tren global dalam kondisi normal adalah kemiskinan itu secara bertahap menurun. Tetapi di era pandemi, tren global itu berbalik. Tingkat kemiskinan meningkat,” ujar Denny, mengutip data Bank Dunia dan lembaga internasional lain.
Denny menambahkan, di antara mereka yang menderita, ada lagi yang lebih menderita. Kelompok rentan yang paling menderita tersebut adalah kaum perempuan, mereka yang berpendidikan rendah, dan sektor informal perkotaan.