Connect with us

Hiburan

Empat Puisi dari Zawawi Imron Penuh Penghayatan

Wartajakarta.com-Kita semua sejak kecil sebenarnya sudah diperkenalkan pada sastra, yakni sejak kita diberi nama oleh orang tua. Nama Jamal D. Rahman, misalnya, itu sudah puitis, jadi punya unsur sastra. Jadi kita tak mungkin menolak sastra, kecuali jika kita tidak punya nama.

Hal itu ditegaskan penyair senior D. Zawawi Imron, dalam acara Obrolan HATI PENA #5, bertema “Kata dan Mantra Kala Pandemi,” di Jakarta, Ahad (19/9). Zawawi adalah penerima penghargaan The SEA Write Award, Bangkok (2012).

Acara ini menampilkan lebih dari 30 penyair dan penulis dari berbagai latar belakang profesi. Sedangkan total peserta yang berpartisipasai sekitar 100 orang. Ada dosen, wartawan, diplomat, jenderal purnawirawan, pengusaha, aktivis sosial, dan sebagainya.

Di acara itu, tampil juga Fakhrunnas MA Jabbar, penerima National Writer’s Award SATUPENA kategori fiksi (2021). Acara ini dibuka dengan sambutan pengantar dari Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA.

Dalam acara itu, Zawawi membacakan empat puisi karyanya. Yakni, puisi berjudul: “Ibu”; “Tanah Sajadah”; “Sungai Kecil” dan “Zikir.” Zawawi membacakan puisi-puisinya dengan ekspresif dan penuh penghayatan. Ia hapal di luar kepala puisi-puisinya itu.

Tak heran, jika para pendengar terpukau oleh pembacaan puisi Zawawi. “Masya Allah, merinding denger puisi njenengan Kiai,” ujar Hustriani, salah satu peserta.

Zawawi Imron lahir di desa Batang-batang, Sumenep, Madura. Dia mulai terkenal dalam percaturan sastra Indonesia sejak Temu Penyair 10 Kota di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 1982. Bakat kepenyairannya ditemukan oleh sastrawan Subagio Sastrowardojo.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Hiburan