Wartajakarta.com-Nasib para pemegang surat utang yang diterbitkan PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM) masih belum jelas. Hal itu setelah pada sidang lanjutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa (12/10), baik kuasa hukum pemohon PKPU: PT Bata Mera Wisesa (BMW) maupun Kuasa Hukum PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM), sebagai pihak termohon PKPU, keduanya tidak hadir di pengadilan.
Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Heru Hanindyo sempat memerintahkan petugas pengadilan mencari para pihak yaitu kuasa hukum BMW dan TDPM ke seluruh area gedung pengadilan. Namun, upaya tersebut tak membuahkan hasil, para pihak yang dicari tak terlihat di PN Jakarta Pusat. Kondisi yang janggal dalam sebuah sidang pengadilan, mengingat agenda sidang kemarin sangat ditunggu, yakni putusan majelis hakim. “Sidang ditunda minggu depan,” ucap Heru Hanindyo.
Permohonan PKPU diajukan oleh BMW pada 27 Agustus 2021, hanya berselang satu hari, pasca hakim PN Jakarta Pusat menolak permohonan PKPU terhadap TDPM yang diajukan PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI), kreditur pemegang Medium Term Notes/MTN, senilai Rp 410 miliar yang diterbitkan TDPM.
BMW, perusahaan konstruksi bangunan yang baru berdiri awal Januari 2020 mengajukan PKPU terhadap TDPM dengan klaim piutang sebesar Rp 3,6 miliar. Menurut klaim BMW, urusan utang-piutang itu bermula ketika TDPM menunjuk BMW melakukan renovasi kantor pada awal Januari 2021. Dua bulan kemudian, tepatnya 2 Maret 2021 BMW telah selesai mengerjakan proyek renovasi dan mengirimkan tagihan. Namun, hingga permohonan PKPU didaftarkan ke pengadilan TDPM belum melakukan pembayaran.
Persidangan yang melibatkan PT Bata Mera Wisesa (BMW) dan PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM) ini menarik perhatian publik karena menentukan nasib ribuan investor yang membeli surat utang TDPM. Seperti diketahui, pada 11 Mei 2021 silam TDPM mengaku yakin bisa melunasi surat-surat utang dengan nilai total sebesar Rp 1,4 triliun.
Berlarutnya persidangan PKPU terhadap TDPM ini tentu membuat investor yang membeli surat utang TDPM harus bersabar lebih lama. Seperti diketahui, TDPM menyatakan tak mampu menyelesaikan kewajibannya dalam melunasi MTN Seri I senilai USD 20 juta jatuh tempo 18 Mei 2021, dan MTN Seri II, senilai Rp 410 miliar jatuh tempo 27 April 2021, serta MTN III senilai Rp 250 miliar jatuh tempo 4 Juli 2021.
Sedikitnya ada tiga Manajer Investasi yang menjadi kreditur dengan membeli MTN TDPM, yakni: PT Mega Asset Manajemen, PT Sinar Mas Asset Manajemen dan PT Mandiri Manajemen Investasi. Ketiga Manajer Investasi tersebut menjadikan MTN dan obligasi yang diterbitkan TDPM sebagai underlying asset produk reksadana yang dijual ke investor ritel.
Merujuk pada ketentuan di kontrak RDT serta regulasi yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pembayaran imbal hasil dan nilai pokok hanya bisa dibayar ke investor pemegang RDT, setelah manajer investasi penerbit RDT mendapat pembayaran dari pelunasan MTN yang diterbitkan TDPM. Dengan kata lain, TDPM sejatinya adalah pihak yang mempunyai utang dan yang harus bertanggung jawab ke pemegang RDT yang dikelola manager investasi.
Ketua Presidium Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) Prihatmo Hari Mulyanto mengingatkan kepada investor RDT yang aset dasarnya mengalami gagal bayar atau default disarankan agar berkomunikasi dengan Manajer Investasi (MI) untuk mengetahui langkah-langkah yang akan dilakukan.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana, beberapa waktu lalu menyatakan bahwa tidak ada peraturan yang menyebutkan manajer investasi harus mengganti kerugian investor pembeli RDT, jika terjadi gagal bayar. “Jika investor ingin reksadana terproteksi yang tidak akan gagal bayar, maka bisa memilih reksadana terproteksi yang aset dasarnya obligasi pemerintah, tetapi dari segi imbal hasil tentu tidak setinggi reksadana terproteksi yang aset dasarnya obligasi korporasi,” kata Wawan.
Untuk menyegarkan ingatan, TDPM “mengemplang” kewajibannya dengan mengaku mengalami gangguan cash flow, akibat usahanya terkena imbas pandemi Covid-19. Anehnya, pada paparan publik insidentil yang dilakukan belum lama ini, konsultan keuangan TDPM menyatakan bahwa perusahaan petrokimia tersebut masih tetap beroperasi dan berproduksi seperti biasa.