WartaJakarta.com-Jakarta
Kamaruddin Simanjuntak selaku kuasa hukum Dr. Ike Farida, konsumen yang menjadi korban mafia tanah PT Elite Prima Hutama, dengan tegas meminta Kapolda Metro Jaya profesional dan proporsional dalam menangani laporan pengembang yang mengkriminalisasi kliennya. Padahal korban sudah 11 tahun membayar lunas dan dimenangkan di semua putusan pengadilan Mahkamah Agung RI dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Direktur Jenderal HAM sudah memperingatkan Kapolda untuk hentikan laporan tersebut karena dugaan pelanggaran HAM, lebih jauh merupakan Cipta Kondisi
alias Rekayasa.
PEMBELI BERITIKAD BAIK DAN PENGEMBANG YANG MENGECOH
Dalam suratnya tertanggal 11 Januari 2023 yang ditujukan kepada Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kamaruddin menyampaikan bahwa PMJ harus profesional, proporsional, objektif, dan tidak ada unsur kepentingan lain selain daripada kepentingan hukum.
Terkait tuduhan sumpah palsu yang dilaporkan pengembang PT EPH, Kamaruddin tegaskan
bahwa kliennya, yang juga adalah seorang advokat dan doktor ilmu hukum, tersebut tidak pernah datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), apalagi bersumpah, baik secara daring atau luring.
Jadi bagaimana mungkin penyidik memaksakan kehendak pelapor
dengan menjadikan Dr. Ike menjadi tersangka dan menempatkan dirinya sebagai DPO.
Atas kriminalisasi tersebut, pengacara kondang yang dikenal kerap membela kebenaran dan keadilan tersebut mengatakan sangat janggal dan tidak adil jika masyarakat terus menerus
diperlakukan diskriminasi. Hal yang dialami Advokat Ike yang telah beritikad baik dan kooperatif tapi selalu dipersulit oleh PMJ.
Kamaruddin meminta agar status tersangka dan DPO pada Dr. Ike ditinjau ulang, selaras dengan rekomendasi Dirjen HAM Kemenkumham RI, Dr. Mualimin Abdi, S.H., M.H., kepada bapak Kapolda agar kasus dihentikan karena kuatnya dugaan pelanggaran HAM terhadap diri kliennya.
Terlebih pada Rabu 18 Januari 2023 lalu kliennya dengan sukarela telah memberikan keterangannya, oleh karenanya tidak ada alasan bagi penyidik untuk menempatkan Dr. Ike ke dalam DPO. Lebih jauh, penyidik telah keliru dalam memaknai penerapan Pasal 242 KUHP terkait dengan tuduhan memberikan keterangan palsu sebagai bukti baru (novum) dalam persidangan.
Pasal tersebut umumnya digunakan sebagai tindak lanjut dari kekuasaan hakim sebagaimana ketentuan Pasal 174 KUHAP, dimana yang memiliki wewenang untuk melakukan penilaian terhadap sumpah palsu adalah Hakim Ketua, bukan Kepolisian atau pengembang PT EPH.
Kamaruddin menambahkan bahwa sebelumnya kliennya telah mengirimkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa dirinya tidak pernah melakukan semua yang dituduhkan kepadanya, baik sumpah palsu, menyuruh bersumpah palsu atau melakukan pemalsuan dokumen.
Hari ini pernyataan serupa sudah diberikan pula oleh Dr. Ike Farida, jadi semoga penyidik unit 5 Jatanras Direskrimum PMJ bisa segera melaporkan kepada pimpinannya dan menghentikan kasus secepatnya.
Ini demi keadilan, penegakkan, dan kepastian hukum. Tuduhan tersebut keliru karena keabsahan novum juga sudah diputuskan dalam Putusan PK No. 53PK/PDT/2021, dimana pada dasarnya pengajuan novum adalah hak pihak yang berperkara, dan bukan merupakan tindak pidana.
Saat diberi kesempatan oleh hakim untuk mengecek dan menjawab dalam kontra memori peninjauan kembali (PK), pengembang PT
EPH malah diam saja.
Jikapun membantah keabsahan novum, bantahan tersebut telah dianulir oleh majelis hakim PK karena pada kenyataannya PK Dr. Ike dimenangkan.
Dalam semua putusan yang ditempuh Dr. Ike, seluruhnya dimenangkan, dan pengembang PT EPH dihukum oleh Majelis Hakim PK No. 53/2021 ada 7 hukuman untuk pengembang nakal selaku Tergugat ini yakni: (1) menghukum Tergugat untuk tunduk dan patuh pada putusan ini; (2) menghukum Tergugat memproses dan melakukan penandatanganan PPJB Apartemen; (3) menghukum Tergugat memproses dan melakukan penandatanganan AJB; (4) menghukum Tergugat menyerahkan asli surat Apartemen berikut surat pendukung lainnya;
(5) menghukum Tergugat menyerahkan Apartemen berikut kunci-kuncinya; (6) menghukum Tergugat menyerahkan sertifikat kepemilikan atas Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan (7) menghukum Tergugat membayar biaya perkara.
Kamarudin menambahkan bahwa putusan pengadilan adalah produk negara, dikeluarkan oleh lembaga yuridis yang sah.
Putusan tersebut harus dipatuhi oleh pengembang PT EPH, karena itu putusan negara. “Jadi kalau tidak mau patuh pada keputusan negara Republik Indonesia, saya persilahkan untuk keluar saja dari Indonesia ya. Kami akan tempuh langkah hukum ke Tata Usaha Negara agar perijinannya dicabut, dan juga pertimbangkan untuk lakukan PKPU dengan mempailitkan PT Elite Prima Hutama,” tegas Kamarudin.
Mengkhianati dan mempermainkan hukum serta mengkriminalkan orang yang tidak bersalah harus segera dihentikan agar tidak ada lagi masyarakat yang dirugikan dan dijadikan korban. “Ini klien kami adalah seorang advokat dan doktor ilmu hukum lulusan universitas ternama saja diperlakukan seperti ini oleh Polda Metro Jaya, bagaimana jika yang dijadikan korban adalah nelayan atau petani atau masyarakat yang tidak punya uang, tentunya lebih mengerikan,” ucap Kamaruddin, kepada WartaJakarta ,Senin ( 23/1) 2023 dalam rilis yang diterima di Jakarta.
Ia menyatakan agar institusi Polri kembali kepada amanah mulianya untuk melindungi masyarakat pencari keadilan, tanpa membedakan apakah ia orang miskin atau konglomerat kaya.