
Wartajakarta.com-Banyak budaya Indonesia tercakup dalam karya-karya sastra yang begitu beragam. Sehingga generasi muda Indonesia patut membaca karya-karya sastra ini, yang sekarang sulit ditemukan di toko buku ataupun perpustakaan.
Hal itu diungkapkan sastrawan dan penyair Nia Samsihono. Nia bicara pada acara webinar Obrolan Hati Pena #14 di Jakarta, Minggu (21/11). Sebagai pemandu diskusi adalah Swary Utami Dewi dan Anick HT.
Webinar yang diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA ini mendiskusikan 100 buku yang telah mewarnai sejarah bangsa Indonesia. Sebagai pembicara adalah dua anggota tim ahli yang menyeleksinya. Yakni: Manuel Kaisiepo (kategori non-fiksi), dan Nia Samsihono (fiksi).
Dalam pemilihan buku itu, Nia bersama rekannya Prof. Dr. Suminto A. Sayuti bertugas memilih 60 dari 73 judul buku fiksi yang disodorkan panitia. Penerbitan ulang 100 judul buku fiksi dan non-fiksi, yang dilakukan oleh SATUPENA itu, dibuat dalam format “print on demand.”
“Saya berharap, buku-buku itu juga dibuat dalam versi cetak, dan dibagikan ke berbagai perpustakaan . Hal ini karena tidak semua warga kita akrab dengan format digital,” ujar Nia.
Nia menjelaskan, ketika masih aktif di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, ia juga pernah mencoba memilih 10 buku sastra yang cocok untuk dibaca siswa SMA. Nia pun mengumpulkan para dosen dan sastrawan untuk menyeleksi. Tetapi upaya itu gagal.
Dalam menyeleksi 60 buku fiksi untuk program Satupena, Nia dan Suminto membaca 73 judul buku secara mendalam. Sesudah proses itu, Nia dan Suminto menyimpulkan, ternyata banyak karya sastra Indonesia yang patut diapresiasi.
