Wartajakarta. com-Terkait pembahasan RUU Omnibus Law ditengah masa pandemi Covid-19 kembali membuat sejumlah pihak bereaksi, salah satunya Asosiasi Haji dan Umrah (Sarikat Penyelenggara Haji Umrah Indonesia) SAPUHI yang menyatakan keberatan atas adanya perubahan UU pelaksanaan ibadah haji dan umrah yang tercantum pada draft RUU tersebut.
Menurut Ketua Umum SAPUHI, Syam Resfiadi, bahwa pihaknya keberaatan dengan adanya perubahan yang tercantum pada draft Omnibus Law (halaman 515-516, paragraf 14 Keagamaan) terkait pelaksanaan haji dan umrah yang mana sebelumnya sudah diatur dalam UU nomer 8 tahun 2019.
Untuk itu, Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) berharap, aturan yang tertuang dalam UU No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang tengah dibahas oleh DPR tidak perlu dirubah. Pasalnya, telah mewakili aspirasi pengusaha Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan juga Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Lebih lanjut Syam menjelakan, “Perubahan dalam RUU omnibus law kami keberatan, karena apa yang sudah ada di UU no.8 sudah sesuai dengan keingingan kami selaku operator PPIU dan PIHK,”.
Saat ini, rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) tengah bergulir pembahasannya di DPR. Ada beberapa poin yang ditanggapi keberatan oleh pengusaha perjalanan ibadah dalam RUU Omnibus Law, di antaranya adalah perubahan Pasal 89, 90, 91, 92 UU No.8 Tahun 2019.
Adapun bunyi perubahan pasal-pasal RUU Omnibus Law yang menjadi keberatan adalah sebagai berikut;
Pasal 89
Untuk mendapatkan Perizinan Berusaha menjadi PPIU, biro perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
Pasal 90 ayat 1
Pelaksanaan Ibadah Umrah dilakukan oleh PPIU setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
Pasal 91 ayat 2
Pembukaan kantor cabang PPIU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Pemerintah Pusat.
Pasal 92
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha dan pembukaan kantor cabang PPIU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, Pasal 90, dan Pasal 91 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Syam yang juga Direktur Utama PT Patuna Mekar Jaya (Patuna Travel) menjelaskan, kekhawatiran dari perubahan tersebut adalah izin dapat diberikan kepada non muslim sebagai operator sehingga tidak sesuai dengan UU No.8 Tahun 2019.
“Adapun poin dasarnya adalah kata ‘Menteri’ diganti ‘Pemerintah’ yang artinya bisa dijabarkan di Peraturan Pemerintah. Dan kami khawatir izin PPIU disalah berikan kepada non muslim sebagai operatornya sehingga tidak sesuai dengan UU No.8 thn 2019,” imbuhnya.
Selanjutnay, Syam menyampaikan,bahwa pihaknya akan segera mengajukan surat keberatannya tersebut secara resmi kepada Presiden dengan lampiran ke Komisi VIII DPR , dan Menteri Agama pda Senen (11/5),” tutupnya.