Wartajakarta.com-Naskah kuno “La Galigo,” yang menjadi warisan abadi orang Bugis, memiliki lima keistimewaan. Keistimewaan pertama adalah sejak 2011 ia diakui oleh UNESCO sebagai salah satu kekayaan dunia yang perlu dilindungi, dan bisa diakses secara universal lewat digitalisasi.
Hal itu dijelaskan Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia, SATUPENA. Denny menanggapi Prof. Dr. Nurhayati Rahman, narasumber dalam diskusi membahas “La Galigo” di Webinar Obrolan Hati Pena #17 di Jakarta, Minggu (12/12).
Dalam diskusi yang diadakan oleh SATUPENA itu, Denny mengatakan, keistimewaan kedua dari “La Galigo” adalah ia merupakan sastra kuno terpanjang di dunia. “La Galigo” terdiri dari 360 ribu bait dan 6.000 halaman. Panjang “La Galigo” mengalahkan “Mahabarata” dari India.
Keistimewaan ketiga adalah “La Galigo” telah dipentaskan di teater oleh sutradara ternama Amerika, Robert Wilson, di berbagai negara di dunia. Seperti: Singapura, Italia, Spanyol, dan Belanda.
Selain itu, meski merupakan mitologi, “La Galigo” membawa nilai-nilai modern. Seperti: demokrasi dan kesetaraan gender.
“Keistimewaan keempat, karya sastra yang berasal dari abad ke-14 ini dijadikan kitab suci agama lokal Tolotang di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan,” lanjut Denny. Ia dijadikan ritus dan pandangan hidup.
Sedangkan keistimewaan kelima adalah “La Galigo” memperkenalkan lima jenis gender. Yaitu: perempuan, laki-laki, calalai (bertubuh perempuan, tapi mengambil peran gender laki-laki), calabai (bertubuh laki-laki, tapi mengambil peran gender perempuan), dan bissu (gabungan dari semua gender).