Connect with us

Nasional

Neng Dara Affiah:Negara Tidak Boleh Memaksa dan Melarang Pemakaian Jilbab

Wartajakarta.com-Yang harus kita tolak adalah pemakaian jilbab yang diwajibkan atau dipaksakan oleh negara lewat kebijakan, seperti lewat perda-perda dan sebagainya. Tidak perlulah negara sampai mengatur-atur cara berpakaian orang.

Pandangan tentang isu jilbab itu sempat disinggung oleh Neng Dara Affiah, dosen Universitas Nahdhatul Ulama Indonesia, dalam Webinar di Jakarta, Kamis malam, 24 November 2022.

Webinar bertema peran strategis ulama perempuan Indonesia itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA. Diskusi ini dipandu oleh Anick HT dan Elza Peldi Taher. Tema ini sangat terkait dengan isu-isu populer seperti jilbab.

Neng Dara menjelaskan, tetapi kalau masyarakat karena kesadaran sendiri memilih memakai jilbab, anggap saja itu fesyen. “Karena ada juga penyanyi-penyanyi di TV, ketika ditanya mengapa pakai jilbab, mereka mengatakan karena pilihan modelnya banyak,” ujarnya.

Neng Dara mengungkapkan, di masyarakat memang sedang ada kegandrungan atau “kasmaran” beragama. Tetapi masyarakat yang gandrung ini bukan dari kalangan santri. Mereka justru dari kelompok yang katakanlah abangan atau priyayi kalau di Jawa.

“Yang saya tolak adalah bahwa dengan memakai jilbab itu seolah-olah mereka sudah salihah. Merasa sudah paripurna dalam cara beragamanya,” tutur Neng Dara.

“Mereka agak kurang punya kerendahan hati bahwa jilbab itu bukan segalanya. Sampai tidak mau bergaul lagi dengan kelompok minoritas, dan sebagainya,” lanjutnya.

Neng Dara menuturkan dari pengalaman yang ia lihat sendiri di lingkungannya. Ada pengusaha laundry yang hanya mau menerima konsumen muslim saja. Padahal hanya terpisah dua tiga rumah dari usaha laundry itu, ada warga nonmuslim.

“Tetapi kita tetap perlu empati pada orang yang memaknai jilbab itu sesuatu, karena suatu pengalaman keagamaan tertentu. Ini tidak perlu kita hakimi,” lanjut Neng Dara.

Neng Dara juga memaparkan, sangat sedikit organisasi-organisasi muslim yang secara eksplisit menyampaikan bahwa perlu perlindungan terhadap minoritas. Entah itu minoritas agama, minoritas seksual, dan kelompok rentan lainnya.

Penyikapan tegas itu hanya di KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indondesia), yang November ini mengadakan kongres di Semarang. “KUPI adalah terobosan dalam organisasi keagamaan yang secara eksplisit menyatakan itu,” ucap Neng Dara.*

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Nasional