
Wartajakarta.com-Pembahasan RUU Perkoperasian saat ini menjadi seksi setelah diputuskannya Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi menjadi UU Nomor 4 Tahun 2023 (UU No.4/2023) pada Kamis 12 Januari 2023.
Para pegiat koperasi yang tergabung dalam Forum Koperasi Indonesia (FORKOPI) sangat konsen dalam mengawal RUU Perkoperasian. Momentum ini dinilai sebagai “stepping point” penting perbaikan, pengaturan, dan penguatan dalam menciptakan landasan yang kokoh bagi koperasi Indonesia agar semakin kredibel.
“Kita para pelaku koperasi otomatis tentu akan menjadi subjek melekat dari UU Perkoperasian, oleh karena itu Forkopi yang terdiri dari berbagai elemen kembali mengawal dan memberikan masukan,” ujar Ketua Presidium Forkopi, Andy Arslan Djunaid dalam sambutan pembukaan Sarasehan FORKOPI yang digelar secara hybrid pada Jumat (20/01/2023) di Harris Convention Hotel, Kelapa Gading, Jakarta.
Andy pun menegaskan bahwa karena dalam Forkopi tergabung dari pelaku, akademisi, dan advokat dari semua elemen koperasi seperti KSP, Kopdit dan Koperasi Syariah, sehingga diyakini masukan Forkopi pasti lebih komprehensif. Ia pun mengapresiasi peran serta elemen FORKOPI dari berbagai wilayah Indonesia, baik hadir langsung maupun hadir secara daring dengan total sekitar 200 peserta.
Ketua Asosiasi Koperasi Pati Dr. Purwoko pun turut menguatkan urgensi diserapnya aspirasi dan masukan dari para pelaku koperasi dalam perumusan RUU Perkoperasian ini karena para praktisi lah nanti yang akan mengaplikasikannya sehari-hari semua pengaturan dalam UU Perkoperasian yang baru tersebut.
“Semua masukan dari Forkopi ini sangat wajar bila diakomodir oleh tim penyusun RUU Perkoperasian. Sebab kita lah yang menjalani sehari-hari tata kelola koperasi, bahkan sudah puluhan tahun. Bila hanya mengandalkan kajian teori dari kampus itu seperti menyajikan sesuatu yang ada di langit. Jadi biar tidak mengada-ada, maka semua pengaturan harus diarahkan sesuai kenyataan di bumi,” tegas Purwoko.
Sarasehan Forkopi yang mengusung tema “Koperasi Soko Guru Perekonomian Bangsa” ini menghadirkan langsung tim kecil (Tim-5) Penyusun RUU Perkoperasian di antaranya Dr. Noer Soetrisno, Dr. Suwandi, Dr. Agung Nur Fajar, Dr. Arfian Muslim dan Firdaus Putera serta dimoderatori Budi Santoso (Forkopi-BMT Tamzis Bina Utama).
Sarasehan berlangsung produktif dengan membedah pasal-pasal krusial dalam RUU Perkoperasian. Pasal-pasal krusial yang dibahas antara lain ketentuan mengenai definisi koperasi yang menghilangkan istilah gotong-royong dan diubah dengan istilah kerja sama.
Isu-isu lebih teknis lain terkait masa bakti kepengurusan, otoritas pengawas koperasi, ketentuan pidana, dan aktivitas koperasi dalam ekonomi digital pun menjadi topik menarik pada Sarasehan Forkopi yang beranggotakan lebih dari 2.300 unit koperasi dan sekitar 20 juta orang anggota koperasi tersebut.
Forkopi juga menyoroti pengaturan masa jabatan pengurus dan meminta agar RUU Perkoperasian tidak masuk ke hal-hal yang terlalu teknis melainkan lebih bersifat strategis. Ketua KSP Kodanua Tommy Priyanto mengatakan bahwa masa jabatan pengurus sebenarnya bisa diatur di luar RUU atau biarlah masuk dalam ranah AD-ART masing-masing koperasi.
*Koperasi Harus Seksi Bagi Generasi Muda*
Argumemtasi hangat sempat dilontarkan Presiden Direktur Koperasi Benteng Mikro Indonesia (BMI) Kamaruddin Batubara saat membahas topik Koperasi Multi Pihak yang dinilai tidak sesuai dengan jatidiri koperasi. Dengan adanya pembagian komposisi kepemilikan antar pihak dalam koperasi, dirinya memandang hal tersebut sudah menyalahi roh koperasi yang menganut “one man one vote”.
Anggota Tim 5 Penyusun RUU Perkoperasian Firdaus Putera berkata bahwa bentuk koperasi multi pihak ini adalah sebuah terobosan untuk menyikapi tren ekonomi berbagi saat ini yang berbasis platform digital, sehingga nanti sewaktu koperasi tersebut telah maju dan berkembang maka kelompok pendiri yang mayoritas para talenta-talenta digital generasi muda tidak akan tersingkirkan.
“Dalam menyusun RUU ini, alangkah lebih baik akan menjadi “legacy” bagi generasi muda. Konsep koperasi multi pihak diharapkan akan menjadikan koperasi menjadi pilihan yang seksi bagi generasi muda yang mendirikan usaha “start-up” digital karena sesuai dengan preferensi mereka,” jelas Firdaus Putera.
Anggota Tim 5 yang lain Noer Soetrisno turut menjelaskan bahwa konsep Koperasi Multi Pihak ini sebenarnya telah lazim dianut oleh berbagai negara dan telah diakui oleh International Cooperative Alliance (ICA) dengan istilah “hybrid coop”. Dan sebenarnya dalam koperasi multi pihak tetap dilaksanakan mekanisme “one man one vote” tapi pada tingkat pertama dalam internal masing-masing para pihak.
Selanjutkan Ketua KSP Nasari Frans Meroga Panggabean menyoroti pentingnya koperasi masuk dalam ekosisitem ekonomi digital. Ia medorong agar UU Perkoperasian yang baru dapat mengatur lebih jelas tentang peran koperasi agar menjadi pelaku sentral dalam ekonomi digital.
“Guna peningkatan pelayanan kepada anggota, saya kira KSP sekalipun boleh menyelenggarakan layanan digital seperti e-money, payment gateway, dan market place. UU Perkoperasian perlu mengatur agar jangan sampai koperasi yang masuk pada industri digital nanti dianggap melayani non anggota dan ujungnya masuk kategori open loop,” jelas Frans yang juga Ketua Umum Angkatan Muda Koperasi Indonesia (AMKI).
Menanggapi digitalisasi ekonomi koperasi yang merupakan suatu kebutuhan dan keniscayaan dalam era modern saat ini, Tim 5 memastikan aspirasi FORKOPI akan diakomodir dalam RUU Perkoperasian agar koperasi berperan signifikan dalam ekonomi digital Indonesia yang selama tahun 2022 mencapai Rp.1.100 Triliun atau lebih dari 20% dari total Produk Domestik Bruto (PDB).
Anggota Tim 5 yang lain Agung Nur Fajar mengatakan bahwa hingga Februari 2023 masih akan digelar berbagai bentuk serap aspirasi dari seluruh stakeholder perkoperasian. Lalu diharapkan Panitia Antar Kementerian (PAK) akan sudah mulai bekerja setelah itu sehingga target akhir Maret 2023 nanti sudah masuk tahap Harmonisasi antar kementerian.
“Jadi pada awal April 2023 diharapkan sudah ada Surpres-nya (Surat Presiden), di mana pada Triwulan kedua tahun 2023 diharapkan sudah masuk ke DPR untuk dibahas agar target tercapai pada tahun 2023 ini RUU Pekoperasian bisa disahkan sehingga gerakan koperasi segera punya UU Perkoperasian baru,” jelas Agung.
Hal ini senada dengan yang disampaikan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim bahwa pemerintah bersama DPR RI periode 2014-2019 telah membahas RUU Perkoperasian yang disusun sebagai tindak lanjut putusan MK, namun RUU tersebut tidak berlanjut ke sidang paripurna, sehingga masuk dalam kategori Daftar Kumulatif Terbuka.
“Sehingga dengan status kumulatif terbuka, maka pembahasannya di Komisi VI DPR-RI dapat dilakukan di luar program legislasi nasional,” jelas Arif lagi.
