Connect with us

Pendidikan

Dies Natalis ITI ke-38 dan Wisuda Sarjana SI dan Program Profesi Insinyur Institut Teknologi Indonesia

Wartajakarta.com-Dr. Ir. Wahyudin, S.T., M.Sc., I.P.M. Ketua Program Studi Teknik Kimia — ITI menjelaskan bahan bakar nabati masih diharapkan menjadi bahan bakar alternatif selain dari minyak bumi. Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar nabati yang merupakan sumber energi terbarukan paling populer karena proses pembentukannya lebih cepat dan lebih sederhana dibandingkan dengan produksi bioetanol dan biogas atau metana.

Namun demikian, harga biodiesel di pasaran masih lebih mahal dibandingkan diesel konvensional. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber bahan baku yang sesuai dan juga masih mahalnya teknologi proses produksi yang digunakan. Perkembangan teknologi proses produksi untuk mengolah minyak nabati dan minyak hewani (lemak) menjadi bahan bakar nabati dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu diantaranya adalah dengan proses transesterifikasi yang menghasilkan produk Fatty Acid Methyl Esters (FAME) yang biasa dikenal dengan biodiesel.

Proses transesterifikasi trigliserida dengan katalis dapat dibagi dua, yaitu proses transesterifikasi dengan katalis homogen dan katalis heterogen. Proses yang paling umum digunakan di industri adalah transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa homogen.

Proses transesterifikasi dengan katalitik basa homogen memiliki beberapa kekurangan yaitu: dalam hal pemisahan yang kompleks, pemurnian produk, dan selektivitasnya yang bergantung pada kandungan asam lemak bebas (ALB) dari bahan baku. Akibat kelemahan tesebut, dibutuhkan tenaga kerja dan pasokan air yang banyak untuk proses netralisasi, proses pemisahan produk biodiesel, dan proses pemisahan katalis yang akibatnya menciptakan masalah ekonomi dan lingkungan. Untuk mengatasi kelemahan dari proses katalitik homogen tersebut, dikembangkanlah proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis heterogen.

Penelitian yang telah saya lakukan menggunakan katalis heterogen dari limbah abu pengolahan semen atau disebut abu kiln semen pada proses transesterifikasi telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Abu kiln semen yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan CaO terbanyak sebesar 56.52 % dan diikuti kandungan oksida logam lainnya seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan MgO yang dapat menjadi carrier bagi katalis CaO. Abu kiln semen yang digunakan tidak terdapat kandungan Na2O, K2O dan SO3 schingga merupakan bahan potensial untuk dijadikan katalis heterogen pada proses transesterifikasi produksi biodiesel.

Penelitian yang saya lakukan juga telah berhasil merancang sistem reaktor terintensifikasi yang efisien dan kompak yang digunakan untuk proses transesterifikasi pada produksi biodiesel secara katalitik heterogen. Kinerja katalis abu kiln semen dengan menggunakan reaktor biodiesel terintensifikasi lebih baik dibandingkan reaktor pengaduk konvensional. Abu kiln semen yang digunakan telah terbukti sebagai katalis potensial yang efektif pada proses produksi biodiesel terutama dengan komposisinya yang saling menguatkan.

Produk biodiesel memang potensial untuk dikembangkan, namun memiliki kelemahan diantaranya, kandungan energi biodiesel lebih rendah dari solar sebesar 11 persen, penyimpanan biodiesel dalam waktu lama cenderung berubah menjadi seperti gel atau lumpur, sehingga berpotensi menyumbat mesin. Selain itu, biodiesel juga bisa ditumbuhi mikroba bila disimpan dalam waktu lama yang dapat memicu masalah pada mesin. Untuk penggunaan B30 atau lebih, perlu dipertimbangkan lebih lanjut karena membutuhkan konfigurasi baru untuk mesin kendaraan. Hal ini disebabkan biodiesel memiliki kecenderungan mengikat air. Apabila dicampur dengan komposisi B30 atau lebih warnanya dapat menjadi keruh, dan sulit dipisahkan airnya.

Salah satu teknologi yang dikembangkan untuk memperoleh bahan bakar nabati dengan kualitas tinggi adalah dengan proses hidrogenasi atau juga disebut hydrotreating process. Produk dari teknologi ini adalah bahan bakar dengan kualitas yang sangat baik dan memiliki perbedaan struktur dengan biodiesel sebelumnya. Struktur kimia dari produk hasil hidrogenasi minyak nabati ini sangat mirip dengan solar konvensional sehingga produk ini sering disebut diesel fuel-like atau lebih dikenal sebagai GREEN DIESEL.

Saya juga telah melakukan penelitian tentang proses hidrogenasi minyak nabati menjadi green diesel ini dengan katalis heterogen yang merupakan kerjasama penelitian dengan University of Groningen – Belanda. Tantangannya adalah mencari komposisi katalis yang tepat sehingga proses hidrogenasi dapat berjalan sesuai yang diinginkan, alhamdulillah penelitian saya membuahkan hasil yang memuaskan. Teknologi proses produksi dengan teknologi hidrogenasi ini disebut proses Generasi – 2 atau G2. Proses produksi green diesel dengan teknologi G-2 dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya dengan teknik cracking menggunakan kolom distilasi. Proses cracking ini dapat mengolah green diesel tadi menjadi bahan bakar gas berupa propana dan gas ringan lainnya sebagai produk samping, dan berpotensi menghasilkan produk naphtha bahan bakar jet yang berkualitas. Walaupun produk green diesel sangat baik secara kualitas dan variasi produk sampingnya yang juga memiliki nilai jual tinggi, namun biaya produksi teknologi G-2 ini pun masih relatif mahal.

Pemanfaatan produk biodiesel ataupun green disel di Indonesia memiliki beberapa tantangan yang perlu dihadapi diantaranya, penyamaan pola pikir dalam pengembangan energi terbarukan ke depan, skema bisnis dan insentif yang belum optimum, harga relatif mahal dan penyediaan bahan baku yang dedicated dan berkelanjutan. Oleh karena itu mungkin perlu diupayakan beberapa hal untuk menyikapi tantangan tersebut, antara lain dengan melakukan sosialisasi penyamaan pola pikir dengan stake holder dalam upaya dan strategi pengembangan energi terbarukan khususnya bahan bakar nabati. Perlu juga dilakukan upaya penyempurnaan iklim investasi melalui penyediaan insentif dan kemudahan bagi produsen bahan bakar nabati. Semoga dengan kebijakan dan langkah strategi yang tepat, pemanfaatan bahan bakar nabati di Indonesia dapat meningkat dalam waktu dekat dan dirasakan faedahnya untuk rakyat Indonesia secara merata.

Penelitian tentang bahan bakar nabati sebagai salah satu alternatif energi terbarukan di Institut Teknologi Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pemanfaatan potensi sumber alam di Indonesia khususnya bagi kemaslahatan bangsa Indonesia.

Dr Insinyur Wahyudin sebagai ketua program studi Teknik Kimia sekaligus anggota senat ITI menyampaikan tahun 2021 saya pertama kali mengikuti program insinyur, karena menurut saya ini penting bagi para pelaku teknologi praktisi di industri supaya memang kita tersertifikasi. Dengan demikian kita memiliki tangung jawab secara keilmuan serta teknologi dan akhirnya masyarakat menjadi lebih aman, merasa bermanfaat yang tentu saja benar-benar memperhatikan keamanan juga lain-lain. Menurut saya ini sangatlah penting bagi semua lulusan supaya memiliki sertifikat insinyur, jelas Wahyudin.

ITI merupakan salah satu perguruan tinggi yang menurut saya sangat ideal, untuk menjadi salah satu memperkasai dalam hal sertifikasi insinyur. Memang kita didirikan melalui kongres PII di Palembang itu dan didirikan oleh Pak Prof B.J. Habibie sehingga harusnya nanti ke depannya ITI menjadi salah satu program yang banyak melahirkan insinyur-insinyur yang berkualitas. Harapan kedepannya Insya’Allah dengan strategi dan sistem manajemen yang lebih baru ITI akan lebih maju, lebih unggul, tentu saja dengan merangkul masyarakat setempat dan juga bisa menjadi salah satu solusi bagi bangsa Indonesia, pungkas Wahyudin.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Pendidikan