Connect with us

Pendidikan

Capaian IPLM dan TKM Bisa Digunakan Daerah Untuk Memetakan Kondisi Literasi

Wartajakarta.com – Literasi punya peran strategis yang bukan sekedar alat ukur tapi juga menjadi bagian dari indikator kinerja kunci. Kajian Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) dan Tingkat Kegemaran Membaca (TKM) yang rutin dilakukan Perpustakaan Nasional adalah untuk mengukur kinerja perpustakaan daerah serta memotret kondisi kegemaran membaca dan literasi.

“Capaian IPLM dan TKM bisa digunakan daerah untuk memetakan kondisi literasi yang ujungnya digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan,” ujar Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpusnas Nurhadisaputra mengawali Sosialisasi Kajian Perpustakaan 2025 secara virtual, Jumat, (26/9/2025).

Hal tersebut semakin ditebalkan Kepala Perpustakaan Nasional E Aminudin Aziz. Persoalan literasi adalah masalah yang menjadi concern bersama, bukan salah satu pihak atau lembaga saja. Karena saat ini kita dihadapkan fakta bahwa data pembangunan literasi yang disampaikan masih belum menunjukkan angka yang menggembirakan.
“Perlu kerja keras bagi siapa pun yang terlibat dalam literasi,” jelas Amin.

Oleh karena itu, harus ada kesadaran kolektif yang dibangun bahwa persoalan literasi ini adalah tugas bersama. Selama ini, hasil kerja bersama diuji oleh instrumen yang telah ditetapkan, yakni IPLM dan TKM. Keduanya memberikan gambaran yang komprehensif bagaimana sebetulnya pembangunan literasi itu.

Namun, dalam dua tahun terakhir kedua rujukan tersebut coba direview. Perpusnas menginginkan adanya perubahan terhadap instrumen itu dengan harapan agar prinsip penilaian betul-betul lebih diikuti, misalnya yang terkait validitas mau pun kesahihan data yang diuji. Lalu, terkait dengan realibilitas (keandalan) instrumen, dan yang terakhir soal kepraktisan, apakah mudah digunakan atau tidak oleh para asesor dan asesi (responden).

Lalu, muncul pertanyaan apakah selama ini ada kekurangsahihan dari data yang diberikan tiap daerah. Perpusnas justru menenggarai ada sejumlah variabel yang seharusnya bukan menjadi ukuran bagi sebuah entitas. Contohnya, pada instrumen lama dimana dinas perpustakaan kabupaten/kota selama ini ikut bertanggung jawab terhadap kinerja provinsi. Padahal, urusan kewenangan kabupaten/kota hanya sampai di level SD-SMP, sedangkan SMU/SMK/MA menjadi kewenangan dinas perpustakaan provinsi.

Pengukuran IPLM dengan konsep dan metode ini telah disahkan melalui Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 7 Tahun 2025, dan pengukuran TKM saat ini telah dilakukan harmonisasi bersama Kementerian Hukum dan menunggu untuk disahkan.

“Instrumen baru diusahakan lebih proporsional dan sesuai lingkup kewenangan,” terang Amin.

Meski begitu, Kepala Perpusnas meminta agar entitas perpustakaan yang diukur untuk memberikan data apa adanya. Jangan merekayasa yang ujungnya bisa mempersulit diri. Laporkan sesuai kondisi riil sehingga Perpusnas lebih mudah memberikan perlakuan dan saran yang perlu disampaikan ke pemerintah daerah.

Pada sesi diskusi, Ketua Kelompok Kerja Analisis Perkembangan Semua Jenis Perpustakaan Irhamni menyebutkan kajian IPLM sebelumnya menggunakan 7 elemen penilaian, namun di tahun ini dilakukan penyesuaian sesuai pembagian tugas daerah.

“Indeks penilaian pada IPLM meliputi dua dimensi, yakni kepatuhan dan kinerja,” terangnya.

Dimensi kepatuhan meliputi koleksi dan SDM yang memuat jumlah koleksi tercetak/ elektronik, penambahan jumlah koleksi tercetak/elektronik, komitmen anggaran pengembangan koleksi, jumlah pustakawan yang sesuai kualifikasi, jumlah tenaga teknis perpustakaan dan yang mengikuti pengembangan kompetensi berkelanjutan hingga komitmen anggaran pengembangan SDM.

Sedangkan pada dimensi kinerja mencakup pelayanan dan pengelolaan koleksi memuat, antara lain penilaian koleksi tercetak/elektronik yang dimanfaatkan, jumlah masyarakat yang memanfaatkan perpustakaan, jumlah masyarakat yang memanfaatkan fasilitas dan sarana TIK, jumlah kegiatan penguatan budaya baca, jumlah kolaborasi dan kerja sama perpustakaan, variasi dan layanan yang tersedia, jumlah dokumen dan kebijakan prosedur layanan, hingga komitmen anggaran pengembangan layanan dan pengelolaan.

“Pada pelaksanaan TKM, kami akan mengambil data sebanyak 400 responden dari tiap kabupaten/kota,” tambah Irhamni.

Survey kuesioner jawaban dibagi menjadi kondisi pra membaca, saat membaca, pascamembaca, dan interaksi dengan perpustakaan. Lalu kemudian diberikan pembobotan, pra membaca (15%), saat membaca (50%), dan pascamembaca (35%) untuk melihat nilai yang dicapai.
Proses kajian IPLM dan TKM 2025 akan diawali dengan penarikan data di bulan Oktober, lalu selanjutnya dilakukan verifikasi dan validasi hingga akhirnya dipublikasikan pada akhir tahun.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Pendidikan