Connect with us

Nasional

Gelar Diskusi, Puskamnas Angkat Tema “Radikalisme dan Cita-cita Khilafah Islamiyah oleh Indah Pangestu Amaritasi

Wartajakarta.com- Peneliti Pusat Kajian Keamanan Nasional (Puskamnas) Indah Pangestu Amaritasari menyebut, Khilafatul Muslimin merupakan pecahan dari Negara Islam Indonesia (NII). Bedanya kelompok ini tidak menggunakan kekerasan dalam menyebarluaskan idelogi. Namun, lebih kepada mengubah pola pikir para pengikutnya.

“Dia bisa berbahaya jika lingkungannya mendukung. Apalagi milai-nilai demokrasi, HAM, gender apabila tidak digunakan dengan baik itu bisa di eksploitir sama kelompok-kelompok yang mengidolakan kekerasan dan mungkin ada di organisasi tersebut,” kata Indah dalam sebuah diskusi ‘Radikalisme dan Cita-cita Khilafah Islamiyah Perspektif Keamanan Nasional’ di D’Hotel Jakarta, Minggu (14/8/2022).

Pengamat terorisme ini menyatakan, pendekatan HAM, gender, dan demokrasi penting dilakukan dalam upaya deradikalisasi. Dalam beberapa peristiwa teror di Indonesia, perempuan belakangan digunakan sebagai alat perlawanan.

“Kalau kita tidak melakukan pendekatan gender dan nilai-nilai demokrasi, maka yang terjadi adalah semakin parah, dia bisa jadi bahaya. Jadi jangan membuat bahaya dengan kondisi kondusif untuk itu,” beber Indah.

Indah juga menjelaskan, pendekatan gender penting dilakukan terhadap perempuan yang mengalami trauma. Dia mencontohkan, korban pemerkosaan perlu diperhatikan lebih agar rasa traumanya terobati, sehingga tetap berada pada pendiriannya.

Karena itu, dalam melakukan deradikalisasi alangkah baik mengedepankan konteks kebutuhan dari individu. Hal ini pun harus melihat pada persfektif gender, dalam melakukan upaya deradikalisasi.

“Pendekatan gendrr ditanya apakah dia punya traumatik. Kalau tidak diurus, tiba-tiba dibantu ekonomi, nggak ngaruh. Karena traumanya tidak terselesaikan,” cetus Indah.

Dalam kesempatan yang sama, Budayawan Ngatawi Al-Zastrow menuturkan, pendekatan budaya penting dilakukan dalam melawan radikalisme. Dia mengamini, Khilafatul Muslimin merupakan musuh utama bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.

“Khilafatul Muslimin ini berbahaya dan lintas teritori, maka ini menjadi musuh bersama bagi warga bangsa. Karena yang diancam kemanusiaan dan peradaban,” tegas Ngatawi.

Oleh karena itu, Ngatawi menawarkan agar penyelesaian radikalisme dilakukan dengan upaya-upaya budaya yang dapat menyentuh hati masing-masing individu. Sehingga bisa menghidupkan lagi pemikiran individu yang telah diubah cara pandang berpikirnya.

“Maka perlu dirumuskan yang disebut melawan radikalisme dengan pendekatan kebudayaan. Kalau ditangani dengan operasi militer akan dianggap medan jihad dan mereka akan melegitimasi kalau kekuasaan ini togut kalau jalannya operasi militer atau pun penegakan hukum juga sama saja, karena mereka tidak meyakini itu, karena akan mereka lawan,” pungkasnya.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

More in Nasional