
WartaJakarta.com-Jakarta
Semula Endang Ernawati Drajat berkarir di dunia kecantikan, yang telah ditekuninya sejak remaja. Namun sejak tahun 1980an, ia mulai beralih kegiatan ke dunia layang-layang, permainan yang disukainya sejak kanak-kanak. Permainan layang-layang, merujuk kepada gambar cadas di gua prasejarah Sugi Patani di Pulau Muna (Sulawesi Tenggara), telah ada di Nusantara setidaknya sejak 4000 tahun lalu.
Kini permainan layanglayang telah berkembang menjadi olahraga rekreasi, yang di Indonesia tergabung dalam Komite
Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI), dengan TAFISA (The Association for International Sports for All) sebagai payung organisasi internasionalnya, yang membawa misi mengembangkan
olahraga untuk semua kalangan masyarakat.
Endang E. Drajat tak hanya sekadar bermain layang-layang –terlibat dalam banyak festival layang-layang di Asia, Afrika, dan Eropa– ia kemudian mulai mengumpulkan berbagai jenis layang-layang, yang asli Indonesia, maupun dari berbagai negara di dunia.
Dari layang-layang tradisional terbuat dari rangkaian daun umbi hutan dengan benang dari serat nanas, sampai layang-layang modern yang terbuat dari polyester dengan rangka fiber; dari yang berbentuk datar segiempat, sampai yang berupa naga ataupun miniatur rumah dan pendopo.
Puncaknya, pada 21 Maret 2003, ia mendirikan Museum Layang-layang Indonesia, di kawasan Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan. Mendirikan dan mengelola museum, sejatinya tak sesederhana mengumpulkan dan memajang barangbarang unik, aneh, estetik, ataupun bersejarah. Ketika sekumpulan benda (things) telah menjadi koleksi museum (musealia), maka sederatan prosedur baku perlu dipenuhi, untuk menjaga statusnya sebagai koleksi museum.
Bukan untuk menyulitkan kerja pengelolaan museum, tetapi rangkaian proses khusus dalam pengelolaan koleksi itu, diperlukan untuk memenuhi tujuan pelestarian yang diemban oleh museum. Benda yang ada di museum, tidak sekadar dipajang untuk dinikmati saat ini, tetapi koleksi itu harus dirawat untuk diwariskan ke generasi mendatang, ratusan tahun dari sekarang.
Sebagai lembaga lintas waktu, museum mejadi jembatan budaya antara masa lalu – masa kini – dan masa depan. Masa lalu ada pada koleksi museum; masa kini terdapat pada program publik di museum.
Sedangkan masa depan terbentang di hadapan kita semua. Mengemban tugas sebagai pembawa pesan budaya, museum perlu menjalankan aneka kegiatan, antaranya adalah melaksanakan publikasi museum.
Kali ini, Museum Layang-layang Indonesia menerbitkan dua buah buku sebagai bagian dari karya publikasi rutin, yaitu: pertama, buku Biografi Endang Ernawati Drajat: Hidup Tidak Sekadar Melayang, dan kedua, buku Katalog Koleksi Museum
Layang-layang Indonesia.
Saat ini telah berusia lebih dari 74 tahun, tetapi Endang E. Drajat masih saja penuh semangat dan tak kering daya kreasinya; masih aktif dalam berbagai festival layang-layang; dan masih terus berkontribusi dalam kehidupan budaya Indonesia, juga dunia.
Karya layang-layangnya telah tersebar ke banyak negara di berbagai benua. Banyak pakar mengidentifikasi museum sebagai sumber inspirasi; tapi pendiri
museum seperti Endang E. Drajat, tentu juga sumber inspirasi bagi banyak orang,Ujar Endang E. Drajat kepada Wartajakarta di Jakarta.
Agar hidup tak sekadar melayang terbawa angin, tetapi bisa pula bermanuver layaknya layang-layang sport kontemporer.
Acara Peluncuran Buku dan Diskusi yang dilakanakan di Museum Layang-layang Indonesia, Jl. H. Kamang no. 38, Cilandak, Jakarta Selatan; pada Kamis, (27 /2/2025) ini, melengkapi kerja publikasi tersebut.
Dian Andryanto, penulis buku biografi tersebut, mengungkapkan bahwa proses penulisan buku ini memakan waktu sekitar satu tahun.
“Bu Endang sangat terbuka, sehingga kami bisa mendapatkan banyak sisi kehidupan beliau. Buku ini tidak hanya untuk Bu Endang, tetapi juga diharapkan dapat memotivasi banyak orang, baik,” jelasnya.
Pada acara ini juga tampil Djati Nurani dan Ayu Khairie, membawakan pentas musik balada; serta Angklung Kerta Ceria PWRI. Musuem ini memang tidak sekadar menampilkan koleksi layang-layang dan memutar film tentang layang-layang, tetapi juga selalu diramaikan dengan wokshop layang-layang dan berbagai kegiatan serta pentas seni-budaya.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Museum Layang-layang Indonesia, bekerja-sama dengan PAS Rekadaya, juga didukung oleh Langgam Komunika, merupakan bagian dari rangkaian program publik yang dilaksanakan Yayasan Layang-layang Indonesia sejak tahun 2024, dalam kerangka program Dukungan Institusional dari Dana Indonesiana, yang dijalankan oleh Kementerian Kebudayaan RI dan
LPDP Kementerian Keuangan RI. Penyelenggaraan program publik dan program kolaborasi diharapkan dapat menjadi salah satu landasan utama untuk keberlanjutan museum.
Selamat berdiskusi, selamat bertukar pikiran dan gagasan, serta merancang harapan bersama ke masa depan, berpijak pada inspirasi masa kini dan masa lalu. Semoga sehat-sentosa senantiasa kita semua.
