Wartajakarta.com– Mengapa pada pilpres 2019, Prabowo Subianto –calon presiden yang diusung Partai Gerindra– ditampilkan naik kuda dengan gagah, tetapi untuk Pilpres 2024 Prabowo divisualisasikan lebih suka kucing?
Pertanyaan tentang kasus pencitraan Prabowo ini muncul dalam diskusi bertema “Ruang Digital Indonesia Menuju Pemilu 2024.” Diskusi itu berlangsung di Jakarta, Kamis malam, 22 Juni 2023.
Diskusi yang menyinggung kasus Prabowo itu menghadirkan Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet. Diskusi itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA. Diskusi itu dipandu oleh Anick HT dan Swary Utami Dewi.
Damar mengaku, ia mengamati bagaimana Prabowo divisualisasikan di media sosial. Prabowo sekarang ditampilkan sebagai pecinta kucing. Ada kucing kesayangan Prabowo, yaitu Bobby the Cat. Bahkan Bobby the Cat itu punya akun instagram sendiri.
“Lalu apa hubungannya, dulu dia naik kuda dan sekarang digambarkan suka kucing? Jawabnya: karena target pencitraan itu bukan generasi tua, tetapi generasi Z,” jelas Damar.
Menurut Damar, anak muda masa kini lebih peka pada binatang, perubahan iklim. Bahasa-bahasa yang dikenal anak muda sekarang juga berbeda dengan bahasa yang disukai generasi sebelumnya.
Dari segi analisis basis pemilih untuk Pemilu 2024, 27,94 persen dari total penduduk Indonesia atau 74,93 juta jiwa adalah Gen Z (BPS, 2020). Ini pemilih pemula yang jumlahnya besar.
Menurut survei Google, mayoritas Gen Z (99 persen) tak bisa lepas dari penggunaan smartphone. Karakter Gen Z adalah menggemari teknologi, fleksibel, lebih cerdas dan toleran pada perbedaan budaya.
Generasi Z ini juga terhubung secara global dan berjejaring di dunia virtual. “Mereka suka yang instan dan kurang peka terhadap esensi privat. Misalnya, sebelum makan mereka foto dulu makanannya dan disebar di medsos,” tutur Damar.
“Dalam kaitan dengan pemilu, mereka cenderung mencari informasi tentang sesuatu yang tidak terlalu mendalam,” lanjutnya.
Misalnya, tentang kampanye yang memuji-muji era Orde Baru, Gen Z mungkin akan menerima begitu saja dan tidak mencari informasi lebih lanjut. “Mereka akan menganggap, memang zaman Orde Baru itu enak. Begitu saja,” ujar Damar.
Damar memaparkan, generasi Z ini hanya disodori sesuatu yang sifatnya permukaan sekali. “Misalnya, tidak bicara tentang capaian, tetapi bicara tentang good looking. Orang terpesona dengan citra yang ditampilkan di media sosial dia,” sambungnya